Jumat, 22 Oktober 2010

KORUPSI: TREND APA ENDEMI ?




Tentunya euforia World Cup 2010 di Afrika Seletan yang menyedot perhatian penonton, pertandingan paling akbar sejagad itu meyisakan banyak kenangan. Apa lagi dengan kehebohan Paul Si Gurita yang berhasil memprediksi siapa pemenangnya. Kalau dipikir dengan ilmu statistiK tentang probabilitas, peluang dalam pertandingan sepak bola itu 50 : 50 cuma frekuensinya menebak 7 kali pertandingan secara tepat. Kabarnya si gurita itu di tawar hampir satu milyar. Wow...fantastik...!!! Padahal sebelum kehebohan Paul di negeri kita tercinta sudah heboh dengan Gurita (baca: Gurita Cikeas).
Pasca piala dunia, ada-ada saja yang menghebohkan negeri ini. Sekarang lagi booming lagu keong racun. Gara-gara iseng lipsing up load video di youtube membuat  dua nama mahasiswi itu populer mengalahkan penyanyi lagu aslinya. Media telah berhasil blow up sesuatu yang biasa menjadi luar biaaaasaaaa….!
Masih ingat dengan fenomena anthurium (gelombang cinta, jemanii dll) ? Popularitas sekarang merosot jauh dan jatuh. Godhong harganya bisa jutaan rupiah perlembarnya. Benar  juga kawan saya berkelakar; itu cuman trend sesaat, suket amazon menjadi primadona.
Lalu bagaimana dengan korupsi ? apakah ini trend semata ?
muncul istilah ’korupsi berjamaah’, korupsi dilakukan secara kolektif dan sistemik. Korupsi sudah menjadi endemi. Dari jabatan tingkah rendah sampai pejabat tinggi. Semuanya sulit di basmi. Walapun di negeri ini memiliki Komisi pemberatasan Pemilu (KPK), tapi sering terjadi kriminalisasi terhadap lembaga ini.
Negeri ini butuh ’dokter-dokter’ yang memiliki komitmen tinggi untuk memberantas korupsi. Yang bisa membangkitkan Indonesia dari penyakit akut. Keluar dari Unit Gawat Darurat dengan mengoperasi sembuh sampai akar-akarnya. Apakah sulit sekali menemukan satu orang dari 220 juta lebih penduduk negeri ini yang dapat menumpas korupsi ? Apa lagi cari bakat satu orang kaya Lionel Messi, sehingga bisa mengakat prestasi sepak bola nasional yang terseok-seok untuk wilayah Asia Tenggara.
Nggak usah ditanya kalau disuruh cari bakat-bakat macam Anggodo atau Gayus ? ngaak perlu acara talent show macam ”IMB” segala. Lebih hebat lagi negeri ini ada  imun terhadap hukum.
Ternyata masih ada orang-orang yang begitu optimis. Coba lihat aja wajah-wajah mereka begitu optimis dan mantab. Ketika kita semua nyaris putus asa melihat bangsa kita sendiri, Setidaknya rasa optimisme tersebut bisa kita lihat dari spanduk-spanduk kampanye yang banyak berjejer rapi di tepi jalan. Meski kalimatnya lebih mirip jingle iklan ketimbang janji politik, toh kita wajib pula bersyukur.  Setidaknya masih ada orang yang bersedia memikul problem bangsa yang nggak hanya multikomplek ini, tapi juga sudah berkarat. Semoga para pejabat kita tidak mendadak amnesia terhadap janji-janjinya.
Kita tidak bisa tinggal diam saja atau hanya menunggu ’messias’, orang jawa bilang ’satrio piningit’. Sebagai young generation kita juga butuh aksi. Nggak cuman turun ke jalan. Caranya? Mulai dari diri kita sendiri, mualai dari yang kecil dan mulai dari sekarang juga. Satu-satunya kondisi yang menyebabkan kejahatan dan hal-hal buruk merajalela adalah ketika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa. Nggak perlu menggurui pastinya anda udah bisa mengerti.
Benar juga kata Taufik Ismail; penyair beken itu melukiskan, “Indonesia kini menjadi Ruang Gawat Darurat terbesar di dunia.” apakah kita sudah terlalu banyak makan ’keong racun’ sehingga mati raga dan nurani kita ?
Bagaimana bisa negeri ini Gemah ripah loh jinawi tentrem kerta raharja ?. Bukankah “Kesejahteraan sebuah negeri lebih banyak tergantung pada karakter rakyatnya, ketimbang upah pemerintahnya” kata Thomas Chandler Haliburton seorang hakim asal Kanada (1796-1865).


By: kakasing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar