Selasa, 21 September 2010

SEPUTAR HIPNOTIS

Sekedar numpahin uneg-uneg aja seputar hipnotis. Ikut urun rembug aja, saat ini justru terjadi sedikit kerancuan di masyarakat kita. Blow up media memang tidak bisa kita hindari; sehingga menciptakan streotype bahwa hipnotis adalah keadaan dimana kita yang di kendalikan. Apa lagi sekarang marak pemberitaan kejahatan dengan modus hipnotis. Lengkap sudah, maka ada sebagian yang menganggap bahwa hipnotis itu haram. Mara kita urai benag kusut ini.
Pertama, hipnotis dapat mengedalikan orang. Ada sebuah acara di sebuah televisi swasta (nggak usah disebut pasti udah tahukan...?), yang melakukan hipnotis kemudian si subyek di ajak ngobrol and bicara terus terang alias jujur. Padahal nggak sedikit masalah itu bersifat pribadi. Kadang aku juga berpikir, kenapa para kuroptor itu di hipnotis, lalu bicara terus terang semua akan bereskan? Hehehe.
Kalau nggak salah waktu acara Ceriwis di Trans TV, yang diliput adalah Romy Rafael, kemudian salah satu host bertanya: ”...itu yang di tv, orang yang dihipnotis lalu bisa bicara jujur tu gimana..?”
. Romy tidak memberi jawaban itu benar atau salah, tapi memberikan sebuah komparasi (perbadingan) yang menarik. Yaitu kalau itu ’seandainya’ bisa, kenapa polisi tidak menggunakan hipnotis saja buat tahanan teroris, tapi justru malah mengintrograsi selama 19 jam.
Udah mulai berpikir nich kita, benar juga kan yang dibilang Romy Rafael. Wah enak banget ya tinggal di hipnotis, lalu pelaku-pelaku teoris akan memberi informasi organisasi jaringan mereka. Pasti Indonesia aman atau KPK nggak usah repot buat mengorek keterangan pelaku koruptor.
Kedua, Sering kita mendengar berita; seseorang yang telah dihipnotis menyerahkan harta, dompet dan barang berharga lainnya. Seakan-akan pikiran mereka tertidur dan mudah dipengaruhi. Walaupun sebenarnya istilah hipnotis sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidur. Tapi disini perlu diingat bahwa fenomena di atas terjadi karena unsur pemaksaan yang dilakukan oleh dari pelakunya.
Sigmund Freud mengatakan bahwa hipnotis itu adalah hasil persekutuan antara dua orang yakni terapis dengan klien. Semua itu terjadi karena kemauan dari keduannya. Sementara Romy Rafael (lagi-lagi doi lagi, he2; berhubung beliau lah yang mempopulerkan hipnotis di Indonesia melalu tv, kita ambil pendapatnya) dalam sebuah wawancara acara entertaiment menjelaskan, bahwa sebenarnya fenomena hipnotis (dalam hal ini yang sering dilakuaknnya dalam reality shownya) terjadi karena kemauan orang tersebut. sama sekali tidak ada pemaksaan. Bahkan ia untuk menjadikan ‘korban’ dalam show tersebut ia memperhatikan karakter seseorang tesebut. Bahkan ia mengakui, pernah juga mengalami kegagalan dalam menghipnotis. Dalam acara entertainment, mungkin saja seseorang berkotek seperti ayam karena efek hipnotis, karena sebenarnya orang tersebut memang menginginkan hal tersebut terjadi.
Contoh-contoh kasus penyerahan barang berharga tanpa disadari korban. Sayangnya pengertian masyarakat tetang hypnotis ini masih sangat rancu, yang akhirnya tumbuh menjadi mitos yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Hipnotis disamakan dengan “Gendam” atau “Cablek” yang notabennya keduannya adalah lebih berdimensi mistis. Inilah kerancuan yang terjadi sebenarnya. Bahwa memang ada ilmu yang dapat mempengaruhi seseorang misalnya: Sirep, dsb. Ritual untuk mendapatkan tersebut memang tidak wajar. Mereka menggunakan ‘faktor X’ tenaga gaib.
Ketiga, Mitos-mitos Seputar Hipnotis.
Kasadra Oemarjoedi menjelaskan mitos-mitos yang beredar dalam masyarakat seperti: pola pikir magis, pernyataan yang berlebihan tentang kekuatan hipnotis, dan rasa takut dikendalikan orang lain perlu dikaji kembali agar diperoleh kesamaan persepsi. Mitos-mitos tersebut antara lain:
  1. Kondisi hipnotik berarti dikuasi oleh orang lain, rentan terhadap menurunnya kapasitas diri dan menghilangkan kesadaran.
  2. Seseorang yang mudah dihipnotis merupakan indikasi kelemahan pribadinya
  3. Sikap menantang ‘ayo coba hipnotis saya’
  4. Kekuatiran bahwa proases hypnosis akan berlanjut dan terapis akan mengalami kesulitan untuk ‘membangunkan’ klien
  5. Kekuatiran tidak akan berhasil melakukan hypnosis
  6. Kekuatiran dimanfaatkan oleh terapis
  7. Kerancuan antara keiginan untuk melupakan atau mengingat hal-hal yang terjadi.

Nb: ayo dikasih masukan n bisa dikusikan. Thx udah baca.

1 komentar: