Selasa, 21 September 2010

FENOMENA KESURUPAN MASSAL

A. LATAR BELAKANG
Memang terasa ada yang aneh. Orang yang kesurupan bagi masyarakat Indonesia, khusunya Jawa, sebenarnya hal yang biasa. Selain dalam kesenian Jathilan, jaran kepang, reog  pemainnya biasa  kesurupan. Contoh yang konkritnya adalah penari jaran kepang (kuda lumping), yang ketika kesurupan kemudian melakukan tarian di luar kesadaran orang yang kesurupan. Bahkan dibanyak tempat sering dijumpai pemain kuda lumping yang makan beling, mengupas kelapa dengan mulut, dan semacamnya ketika kesurupan.
Kemudian ada pula orang yang kesurupan, lalu bisa memberikan obat bagi orang yang sakit. Bahkan untuk seperti ini orang tersebut dibuat kesurupan terlebih dahulu, kemudian entah siapa yang masuk ke dalam badan orang yang dijadikan mediator, bisa diajak dialog dan dimintai sesuatu. Misalnya saja bisa dimintai untuk menyembuhkan penyakit, menghindari diri dri bahaya, sukses dalam karir, dagang dan sebagainya. Nyaris seperti dukun atau paranormal, tetapi harus lebih dahulu kesurupan prewangan lebih dahulu.
Orang biasapun ternyata bisa kesurupan, misalnya ada yang sedang berada disuatu tempat, tiba-tiba kesurupan lalu bicara di luar kesadarannya. Ada pula yang naik gunung tiba-tiba menjadi linglung, lalu bicara sembarangan.
Yang mungkin terjadi, jangan-jangan para korban kesurupan itu sedang mengalami gejala psikologis, misalnya karena adanya tekanan yang berat (depresi) pada dirinya. Selanjutnya, pikirannya kosong dan ada sesuatu yang memasuki. Karena ada ungkapan ‘wong ngalamun kancane setan’ (orang yang suka berkhayal temanya setan). tetapi mungkin pula persoalan sosial, yang saat ini sangat berat mendera rakyat. Beban hidup yang makin berat menjadikan orang mengalami gangguan psikologis, dan kemudian terjadi kasus-kasus semacam itu.
Tentu saja bukan perkara gampang, dan bisa menimbulkan banyak perdebatan. Sebab wilayahnya juga tidak semua orang bisa menjangkau. Terlebih ada hal-hal yang memang tidak bisa dinalar. Tetapi masalah ini memang perlu dipecahkan. Kita paham banyak orang “orang pintar” yang kiranya bisa membantu memecahkan masalah ini.
            Akan lebih baik juga melibatkan “orang pintar lain” misalnya dari kampus-kampus untuk mengorek gejala ini secara empiris. Dan, kita harus mengakui bahwa kalangan akademispun banyak yang paham dengan dunia magis. Keberadaan mereka kiranya bisa membantu memecahkan masalah ini, sehingga fenomena-fenomena kesurupan tidak terjadi hal yang menakutkan. Bahkan kalau bisa didapat cara-cara menaggulangi kesurupan. Ya kita, hidup didunia aneh, dan keanehan itu harus kita hadapi, meskipun sering tidak nalar.
A.  PENGERTIAN KESURUPAN
            Kesurupan adalah fenomena dimana seseorang berada diluar kendali dari pikirannya sendiri. Beberapa kalangan menganggap kesurupan disebabkan oleh kekuatan gaib yang merasuk ke dalam jiwa seseorang.[1] Kata kesurupan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dimaknakan ‘kemasukan (setan, roh) sehingga melakukan tindakan yang aneh-aneh’.
            Seperti yang dilansir dalam www.primbon.com/kesurupan.htm. Kesurupan merupakan gejala kemasukan setan kerap terjadi ketika seseorang, berada pada tempat dan waktu yang salah. Biasanya seseorang yang kemasukan setan tersebut pikirannya dalam keadaan kosong, kondisi tubuhnya sedang lelah serta iman yang tidak kuat. Keadaan ini akan dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh kekuatan gaib yang biasanya tidak dapat terkendali oleh yang kesurupan itu.
            Keadaan trance (kesurupan) adalah perubahan status kesadaran dan pasien menunjukan penurunan responsivitas terhadap stimuli lingkungan. Keadaan pemulihan (possession) dan trance adalah bentuk disosiatif yang aneh dan belum dimengerti secara sempurna. [2]

Trance and Possesion disorders
            Disorders in which there is a temporary loss of both the sense of personal identity and full awareness of the surroundings, in some instances the individual acts as if taken over by another personality, spirit, deity or “force”. Attention and awareness may be limited to or concentrated upon only one or two aspect of the immediate environment, and there is often limited but repeated set of movements, postures, and utterances. Only trance disorders that are involuntary or unwanted, and that intrude into ordinary activities by occurring outside (or being a prolongation of) religious or other culturally accepted situation should be included here.[3]
            (Gangguan Trans dan Kesurupan;
adalah gangguan yang menunjukan adanya kehilangan sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat ataukekuatan” lain. Perhatian dan kewaspadaan menjadi terbatas atau terpusat pada satu atau dua aspek yang ada dilingkungannya dan serigkali gerakan-gerakan, posisi tubuh dan ungkapan kata-katanya juga terbatas dan diulang-ulang. Hanya gangguan trans yang involunter atau tidak dikehendaki, dan yang muncul dalam aktivitas yang biasa, yang timbul di luar (atau merupakan kelanjutan dari ), kegiatan keagamaan atau pun peristiwa yang bisa diterima oleh budaya, yang boleh dimasukan disini).[4]

            Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat, yaitu:
  1. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri disamping “aku”-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi simultan terdapat dua kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti menjadi yang satu dan yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan ini berlangsung ‘kontinu’. Dalam hal ini kita melihat suatu permulaan perpecahan berlangsung kontinu. Dalam hal kita melihat suatu permulaan perpecahan kepribadian yang merupakan gejala khas bagi skizofrenia.
  2. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang lain, binatang atau benda. Jadi pada suatu waktu tidak terdapat dua atau lebih kekuatan didalam dirinya (seperti dalam hal pertama), tapi terjadi suatu metamorfosis yang lengkap. Ia telah menjadi orang yang lain, binatang atau barang itu. Sesudahnya terdepat amnesia total atau sebagian.

            Keadaan yang kedua ini ialah disosiasi. Bila disosiasi itu terjadi karena konflik dan stress psikologik, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu sub-jenis dalam nerosa histerik). Bila disosiasi itu terjadi karena pengaruh kepercayaan dan kebudayaan, maka dinamakan kesurupan. Tidak jarang kedua keadaan itu secara ilmiah sukar dibedakan karena kepercayaan dan kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik dan stress.[5]

B. PENGERTIAN HISTERIA
Sejumlah kasus kesurupan yang menimpa sejumlah siswa sekolah di beberapa kota diindonesia, peristiwa itu sontak memunculkan asumsi yang beragam, apalagi disinyalir ada semacam penularan kesurupan, yang masuk dalam histeria massa.
Menurut Kamus Lengkap Psikologi, J. P Chaplin, Hysteria adalah suatu neurosa komplek yang mengambil bentuk bermacam-macam. Pada umunya, penykit ini dicirikan dengan ketidak stabilan emosional, represi, disosiasi dan sugestibilitas.
            Hysteria adalah kelainan mental yang ditandai dengan banyak gejala. Gejala-gejala yang pasti secara universal, tetapi dissociation reaksi atau conversion reaction selalu ada. Hysteria sering kali dianggap sebagai reaksi neurotic terhadap situasi memprovoksikan kecemasan dimana represi merupakan mekanisme pembelaan yang utama.
            Hysteria adalah istilah umum untuk gangguan-gangguan fungsional yang ditandai oleh; kecemasan, kegelisahan tanpa sebab-sebab yang cukup, serta bentuk-bentuk disosiasi seperti amnesia, fugue, anesthesia.
            Histeria ialah gangguan/disorder psikoneurotik khas ditandai oleh emosionalitas yang ekstrem. Mencakup macam-macam gangguan fungsi psikis, sensoris, motoris, vasomotor (syaraf-syaraf yang membesar-mengecilkan pembuluh-pembuluh darah), dan alat pencernaan. Semua itu merupakan produk dari pada represi terhadap macam-macam konflik dalam kehidupan kesadaran.[6]
            Histeria adalah penyakit yang karakteristiknya berupa disosiasi kepribadian terhadap ligkungan dalam pelbagai bentuk dan gradasi, disebabkan oleh banyak konflik psikis/internal, yang kemudian ditransformasikan dalam simptom-simptom fisik, yaitu dalam bentuk histeria konversia dan somatosisme. Dahulu kala, histeria ditafsirkan sebagai penyakit kandungan.[7]

Sebab-sebab histeria:
  1. Ada predisposisi pembawaan berupa system syaraf yang lemah.
  2. Tekanan-tekana mental (stresses) yang disebabkan oleh kesusahan, kekecewaan, shock, dan pengalaman-pengalaman traumatis/luka jiwa.
  3. Kebiasan hidup dan disiplin-diri yang keliru, sehingga mengakibatkan kontrol pribadi yang lemah dan integrasi kepribadian yang miskin, sangat kekanak-kanakan.
  4. Sering atau selalu menggunakan defence mechanism, sehingga mengakibatkan maladjustment, dan semakin banyak timbul kesulitan.
  5. Kondisi fisik/organis yang buruk, misalnya: sakit-sakitan, lemah, lelah, fungsi-fungsi organic yang lemah, gangguan dan pikiran badaniah.
  6. Adanya sugesti diri yang buruk-buruk dan melemahkan mental. Berusaha selalu melarikan diri dari realitas hidup, karena sifat pengecutnya.
  7. Oleh kelemahan-kelemahan diri, individu berusaha untuk menguasai keadaan, lalu mentiranisasikan lingkungan dengan tingkah laku yang dibuat-buat.[8]

Ciri-ciri kepribadian dari penderita histeria antara lain sebagai berikut:
1.                        Sangat egosentris, selfish dan semau gue, peranginya semisal anak yang manja busuk. Selalu menginginkan perhatian dan belas kasihan yang banyak. Selalu mengharapkan pujian.
2.                        Selalu merasa tidak bahagia. Sangat sugestibel dan sensitive sekali terhadap opini orang lain. Lalu ingin melakukan semuya sugesti orang lain untuk mendapatkan pujian, perhatian, dan persetujuan. Akibatnya ia malah mengalami banyak kebingungan dan konflik batin.
3.                        Emosinya sangat kuat, dan semua penilaiannya ditentukan oleh rasa likes dan dislikes yang kuat.
4.                        selalu berkecenderungan untuk melarikan diri dari kesulitan dan hal-hal yang tidak menyenangkan. Tujuan utama ialah untuk menghindari tugas-tugas tertentu atau menghindari situasi yang tidak menyenangkan.
PEMBAHASAN
            Sejumlah kasus kesurupan yang menimpa sejumlah siswa sekolah di beberapa kota di Indonesia, peristiwa itu sontak memunculkan asumsi beragam, apalagi disinyalir ada semacam penularan kesurupan, yang masuk dalam histeria massa. Bagaimanakah pendapat para pakar mengenai kasus seperti ini.

Kecenderungan menular
            Fenomena kesurupan yang menimpa siswa sekolah akhir-akhir ini menurut psikiater Ismed Yusuf merupakan salah satu bentuk histeria massa. Korbanya, dari analisis medis biasanya dialami oleh anak-anak perempuan. Sebab, anak perempuan memiliki jiwa yang cenderung rapuh, ketimbang anak laki-laki yang lebih tegar dan mudah menerima kenyataan hidup. Histeria massa kesurupan cenderungan menular, dalam lingkup komunitas suatu massa. Artinya, dalam waktu bersamaan jika ada satu anak kesurupan, maka akan menular siswa lainnya dalam komunitas itu.[9]
            Menurut Prof. DR. Dr H Dadang Hawari kesurupan sebetulnya merupakan gejala kejiwaan yang terjadi secara mendadak. Dalam ilmu jiwa disebut reaksi disosiasi. Biasanya semua ini terjadi karena stress, jiwanya labil dan yang bersangkutan tidak bisa lagi menahannya.[10]

Tayangan Teve
            Hal senada juga dikatakan psikolog ML Oetomo, dikatakannya jika peristiwa kesurupan menular dari satu orang ke orang lain dalam satu kelompok, ini terjadi karena adanya semacam histeria massa. Histeria sendiri, kata dia, artinya keadaan atau perilaku secara sadar karena ada rangsangan ekstra natural, berupa alam gaib. Lebih lanjut ML Oetomo mengatakan, rangsangan ekstranatural lain yang juga rentan menimbulkan kesurupan adalah tayangan televisi yang mengabarkan berita serupa. Dalam kasus ini, tayangan televisi merupakan teleinfluence. Yaitu pengaruh jarak jauh yang bisa mempengaruhi jiwa seseorang.[11]
            Pakar psikologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Hanafi Moeljohardjono; mengatakan , fenomena kesurupan massal karena tayangan-tayangan yang tahayul, maka yang tampil dalam pikiran alam bawah sadar masyarakat adalah hal-hal yang tahayul. Ia mengemukakan biasanya orang yang terserang kesurupan itu adalah mereka yang kondisi kejiwaannya lemah dan senang menghadapi tekanan sehingga kesadaran menurun. Pada saat kesadaran menurun itu, maka yang muncul dalam pikiran adalah konsep-konsep yang berkembang dimasyarakat.[12]
            Sementara menurut antropolog dari Undip, Dr Nurdien H Kistanto, besar kemungkinan kesurupan akibat realitas sosial yang tidak sesuai dengan harapan. “Berbagai masalah dari soal ekonomi, sosial, hingga politik menyebabkan gejolak sosial yang luar biasa di masyarakat akhir-akhir ini”, katanya. Karenanya itu seseorang yang memiliki jiwa labil, kosong, apalagi disertai dengan emosi yang tak terkendali sangat gampang terkena kesurupan.[13]
            Tak jauh beda, apa yang seperti disampaikan sosiolog Hotman Siahaan, dari Universitas Airlangga. Hotman, menyitir salah satu teori imitasi yang dikemukakan sosiolog Prancis Gustav Le Bone. Menurut Le Bone mereka yang kesurupan masal sama-sama akibat terjadi ketegangan sosial yang hebat dalam alam bawah sadarnya.[14]


Kesurupan massal dan peran media massa 
            Mungkinkah media elektronika khususnya televisi, mampu memainkan peran pengaruh jarak jauh (teleinfluence) yang mampu mengubah situasi dan kondisi kejiwaan stabil seseorang, atau sejumlah orang, secara tiba-tiba berubah menjadi labil, sehingga memungkinkan mereka menjadi kesurupan?
            Harus diakui, blow up media atas kasus kesurupan massal membuat lebih banyak manusia Indonesia yang mengetahui terjadinya peristiwa itu sendiri, tetapi tidak layak bila kita lantas menuding pers nasional sebagai penyebabnya. Dengan dalih proses copycat  (peniruan) seseorang atas perilaku orang lain, pascapemirsa siaran televisi, mendengar radio, atau membaca media cetak seputar kasus kesurupan.
            Menurut Novel Ali  kesurupan massal adalah sebuah fenomena, mistis atau bukan mistis, yang jelas eksis dengan atau tanpa pemberitaan media massa cetak, radio dan teve. Dalam kasus ini, Novel Ali meyakini betapa besar pengaruh media massa dalam pembentuksn sikap dan perilaku seseorang atau sejumlah orang. Namun masih menurutnya, juga berkeyakinan dalam kasus kesurupan massal di berbagai daerah yang banyak diberitakan pers beberapa waktu terakhir, omong besar jika lantas menyalahkan media massa.
            Mengapa demikian ? karena seberapa jauh pun pelaksanaan fungsi kanal media, agak mustahil bagi media massa untuk dapat dalam waktu sedemikian singkat membuat sejumlah orang, yang sebelumnya tidak kesurupan tiba-tiba menjadi kesurupan. Menurutnya sikap dan perilaku orang yang kesurupan , mustahil eksis akibat diasosiasi yang dibentuk oleh media. Walaupun sikap dan perilaku seseoarang atau sejumlah orang memang bisa dibentuk media massa. Tetapi, prosesnya berjangka panjang (longitudinal), tidak secapat proses perubahan sikap serta perilaku seseorang/sejumlah orang yang menjadi korban kesurupan[15]

Kesurupan dalam perspektif Islam
            Suatu benang merah yang ditandaskan oleh Rohaniawan Prof. Dr. Amin Syukur, Guru Besar Tasawuf IAIN Walisongo, menyangkut fenomena kesurupan massal akhir-akhir ini, yakni diduga kuat akibat adanya tekanan jiwa serta jiwa yang kosong pada orang yang kesurupan. Dari sisi agama, Amin Syukur menandaskan hanya individu yang memiliki hati kosong, dan suka melamun yang mudah kemasukan jin atau makhluk halus.[16]
            Inilah Faktor X yang sering kali terabaikan. Berulang kali Al Qur’an menerangkan tipu daya syetan dan kroni-kroninya. Q.S Al Baqarah, 2 : 168
Artinya:
            “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah Syaitan, karena    sesungguhnya ia merupakan musuh yang nyata bagimu”.

Dan juga Q.S Fathir, 35 : 6
Artinya:
            “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka hadapilah ia sebagai       musuh. Karena ia mengajak kelompoknya menjadi penghuni neraka Sa’iir”

Rasulullah Bersabda:
            “Sesungguhnya syetan itu dapat berjalan pada tubuh anak cucu adam             melalui aliran darah”.
            Menurut Imam Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma’ad fi hadyi Khairil ‘Ibad (4/66-69). Kesurupan ada 2 macam:
  1. Kesurupan disebabkan oleh gangguan roh jahat yang ada dimuka bumi
  2. Kesurupan yang disebabkan oleh gangguan fisik yang amat berat.[17]

Solusi
             Menurut Ismed Yusuf, solusinya siswa yang kesurupan langsung diisolasi dan dipisahkan agar tidak menular. Seperti yang dilangsir dalam www.suaramerdeka.com Pengalaman Masruri di Pati, saat ada serangan seperti ini disuatu sekolah di daerah tersebut, dengan cepat dan segera remaja putri yang mengalami hal ini dipisahkan dan diisolasi diruang tersendiri. Hal tersebut sangat membantu.
            Menurut Drs KH Dzikron Abdullah, pengasuh pondok Pesantren Addainuriyah II Pedurungan, kunci dalam menangani kesurupan adalah ketenangan dan jangan panik. Dengan keteguhan dan ketenangan diri, ditambah lagi doa-doa maupun zikir, jin yang merasuk di dalam tubuh manusia, akan melemah dengan sendirinya.

Upaya preventif
            Anak yang kesurupan dari studi kasus, memiliki riwayat yang mudah stress dan terpengaruh, karena dilatar belakangi jiwa yang labil. Contoh pemicunya, memiliki riwayat kehidupan masa kecil yang tak bahagia, tertekan dan trauma. Hal senada juga diiyakan oleh pakar yang telah disebutkan. [18]
            Benteng yang paling kuat untuk mencegah kesurupan, adalah individu untuk senatiasa menjalankan perintah agama, salat, zikir, atau apapun sesuai agama masing-masing. Menurut Amin Syukur, dengan selalu ingat pada Allah, maka jiwa tidak kosong. Manusia, juga arus senatiasa melakukan aktivitas. Atribut seseorang, semisal memakai pakaian muslim (berjilbab), bersurban, dan lain-lainnya bukan ukursn seseorang adalah jiwa dan hati yang punya komitmen kepada Allah. Semuanya, dikembalikan pada iman seseorang untuk membentenginya.
            Dengan eksisnya jiwa dalam tingkat ini seseorang akan memiliki stabilitas emosional yang tinggi dan tidak mudah mengalami stress, depresi dan frustasi. Jiwa yang muthmainnah adalah jiwa yang senatiasa mengajak kembali kepada fitrah Ilahiyah Tuhannya. Etos kerja dan kinerja akal pikiran, qalbu, inderawi dan fisiknya senatiasa dalam qudrat dan iradat Tuhan-nya Yang Maha Qudus dan Agung.[19]


Nb: Tugas kuliah ku tahun 2006. dari hobby iseng gunting-gunting artikel di koran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar